Ukhuwah Islamiyah
Dalam kamus bahasa arab Ukhuwwah (الأُخُوَّة )
berarti persaudaraan . Jika kita sebut Ukhuwwah al-Islamiyyah ini berarti
Ukhuwwah yang terjalin antar muslim karena ke-islaman-nya, bukan karena faktor
lain. Allah Swt. berfirman yang artinya: Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara. sebab itu damaikanlah
(perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah,
supaya kamu mendapat rahmat. (al-Hujarat, 10) Dalam tafsir al-Jalalain, kata
“Ikhwah” ini ditafsirkan “Ikhwah fi ad-Din” yaitu bersaudara karena agama.
Dalam Tafsir al-Khazin dijelaskan bahwa Iman dapat mengikat hubungan seseorang
seperti terikatnya hubungan karena faktor keturunan, dan “Islam” laksana
seorang ayah karena ia dapat mengikat hubugan antar pemeluknya seperti seorang
ayah mengikat hubungan antar anak-anaknya. Imam al-Manawi dalam menafsirkan
ayat diatas berkata: “(Orang muslim itu bersaudara) yaitu mereka disatukan oleh
Ukhuwwah islamiyah karena kehadiran ajaran Nabi Muhammad, karena mereka telah
memiliki kepentingan sama dalam meneguk iman, dan saling berbuat baik. Setiap
ada kerukunan antar dua perkara atau banyak itulah yang disebut “ukhuwwah”.
Firman Allah SWT dalam surat Ali Imran ayat 103 : “Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali
(agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat
Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, Maka Allah
mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah, orang-orang
yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah
menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya
kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk”.( QS. Al Imron:103 ) Banyak hadits Rasulullah
yang menganjurkan kepada umat muslim untuk menjalin ukhwah antara lain:
“Perumpamaan dua orang yang bersaudara bila bertemu adalah dua tangan yang
saling membasuh yang lain, dan tidak pernah bertemu dua orang mukmin kecuali
Allah berikan kebaikan bagi salah satunya dari sahabatnya” (H.R. ad-Dailamy)
“barang siapa menjalin hubungan persaudaraan di jalan Allah akan Allah
tinggikan derajatnya dalam surga yang tak dapat dicapai dengan sesuatu dari
amalnya” (H.R. Ibnu Abi Dunya dan ad-Dailamy) Ukhwah yang mendapat pujian dari
Allah dan Rasulullah-Nya adalah ukhwah islamiyah fillah yaitu persaudaraan
sesama kaum muslim yang bertujuan mencari ridha Allah, bukan persaudaraan yang
didasari oleh tujuan mencari dunia seperti harta, pangkat, kedudukan dll.
Pentingnya Ukhwah Islamiyah Tak ada pihak yang tidak menyadari pentingnya
ukhwah islamiyah. Apalagi pada era ini, kaum muslimin bagaikan buih di lautan
sehingga tidak memiliki kekuatan dan menjadi permainan bagi kaum kafir. Namun
hal yang sangat sulit adalah membentuk ukhwah itu sendiri. Butuh upaya keras
dan akhlak yang mulia untuk mampu mewujudkan ukhwah. Keberhasilah dakwah
Rasulullah tidak terlepas dari upaya Rasulullah membentuk ukhwah yang erat
diantara sesama kaum muslim saat itu. Sebagaimana telah tersebut dalam
kitab-kitab tarikh dan kitab-kitab hadits bahwa setelah kurang lebih lima bulan
lamanya Nabi Muhammad saw berdiam di kota Madinah, maka Rasulullah
mempersaudarakan antara kaum Muhajirin dan Anshar bahkan mereka berhak menerima
warisan dari saudara tersebut, ini berlaku sampai turunnya ayat yang menasakh hal
ini. Sebelum datangnya Islam, Penduduk Jazirah Arabia pada umumnya, lebih
banyak membentuk ikatan antar mereka dari sisi silsilah keturunan. Semakin
dekat garis keturunan antara mereka, maka semakin kuat tali persekutuan. Izzah
tertinggi (kemulian) bagi masyarakat ini adalah pengabdian kepada suku.
Kepentingan seseorang adalah mewakili kepentingan suku. Pengabdian anggota suku
adalah untuk suku masing-masing. Lantaran fanatisme kesukuan yang sangat
tinggi, tiap orang berbangga atas kesukuannya, dan ketika tak ada kepentingan
kecuali atas nama kepentingan suku, maka peperangan, kebencian dan permusuhan
terjadi selama bertahun-tahun. Di Madinah kala itu berdiam dua suku Arab yang
telah lama saling berperang Auz dan Khazraj. Akibat permusuhan yang berlangsung
lama, kondisi dua suku Arab tersebut makin lama semakin buram, memburuk,
memprihatinkan dan porak-poranda. Ketika peperangan yang berlangsung menahun
dengan tak ada salah satu pihak yang mengalah dikarenakan gengsi dan
keangkuhan. Kelahiran Islam di kota Mekkah, tetangganya, memunculkan harapan
baru. Nabi saw, akhirnya, diundang oleh beberapa orang yang sudah muak dengan
peperangan dan kebencian tak berujung dari kedua suku tersebut untuk menjadi
penengah. Nabi menyambut baik ajakan tersebut, dan akhirnya berangkat menuju
Yatsrib yang selanjutnya diubah nama oleh Nabi menjadi Madinah al-Nabi. Dikenal
masa-masa berikutnya dengan sebutan Madinah, atau Madinah al-Munawwarah. Awal
perubahan inilah yang kita kenal dengan Hijrah Nabi, sebagai titik penting sejarah
Islam dan kemanusian sekaligus, yang diabadikan sebagai awal penanggalan
hijriyah dalam Islam. Hal pertama yang dikerjakan Nabi saat menjejakkan kaki di
bumi Madinah adalah mempersatukan dua suku Arab yang saling bertempur. Nabi tak
banyak mengalami kesulitan dalam mengupayakan hal paling mendasar dalam sebuah
masyarakat, karena Nabi dari pihak ibu adalah berasal dari suku tersebut.
Perdamaian kedua suku ini merupakan pilar pertama dari ajaran Islam, yaitu
ukhuwah (persaudaraan). Barangsiapa yang mengaku beragama Islam, dia adalah akh
(saudara) bagi seorang Muslim lainnya. Dan, Nabi saw berhasil menyatukan dua
suku yang saling bermusuhan selama beberapa masa dalam satu payung Islam. Tak
ada kedudukan lebih tingi, dan tak ada pula yang lebih rendah, semua sama,
kecuali nilai taqwa. Tak ada persaudaraan yang abadi kecuali dikarenakan
keimanan yang sama. Bahkan pada waktu yang sama, Nabi memperkenalkan kepada
mereka saudara baru yang berasal dari kota lain, Muhajiriin, orang-orang yang
berhijrah bersama Nabi dari Mekkah. Identitas kesukuan tidak lagi ditonjolkan
dan dijadikan kebanggaan, kecuali bahwa mereka penduduk asli Madinah adalah
Anshar, para penolong, dan orang-orang pendatang sebagai Muhajiriin. Hak-hak
dan kewajiban dalam ukhwah Imam Ghazali menggambarkan hubungan ukhwah islamiyah
bagaikan hubungan pernikahan, sebagaimana dalam pertalian nikah ada hak dan
kewajiban yang harus dipenuhi suami istri, demikan juga dalam hubungan
persaudaraan sesama muslim ada beberapa hak dan kewajiban yang harus dipenuhi
sebagai wujud dari ukhwah baik hal yang berkenaan dengan harta, jiwa, lisan,
dan hati.
1. Hak atas harta. Hak saudara kita ini dapat dipenuhi dengan
membantu dan menolong saudaranya dengan harta yang dimilikinya. Imam Gahzali
membagi tingkatan membantu dengan harta kepada tiga kelas: yang paling rendah
adalah menanggung kebutuhan saudaramu bagaikan pembantu kamu sehingga kamu akan
memenuhi kebutuhannya dari kelebihan harta yang kau miliki. Kedua adalah
memposisikan saudaramu dalam posisi dirimu sendiri sehingga kamu rela membagi
sebagian hartamu untuknya. Dan yang tertinggi adalah mendahulukan kebutuhan
saudaramu, demi berkorban untuknya, ini adalah tingkatan para shiddiqin. Sifat
inilah yang digambarkan dari gambarkan oleh Ibnu Umar Ra tentang sifat shahabat
Rasulullah saw ahli shuffah. Ketika salah seorang mereka mendapat hadiah kepala
kambing, shahabat tersebut berkata “saudaraku lebih berhajat dariku” maka
dikirimkannya kepala kambing tersebut kepada shahabat yang lain. Namun shahabat
tersebut rupanya juga berpandangan sama, sehingga daging kambing tersebut
dishadaqahkan kepada shahab yang lain. Demikianlah seterusnya sehingga akhirnya
kepala kambing tersebut jatuh ke tangan shahabat yang pertama. Sifat shahabat
Rasulullah tersebut Allah puji dalam Alquran surat Al Hasyr ayat 9 “Dan
orang-orang yang telah menempati kota Madinah dan telah beriman (Anshor)
sebelum (kedatangan) mereka (Muhajirin), mereka (Anshor) 'mencintai' orang yang
berhijrah kepada mereka (Muhajirin). Dan mereka (Anshor) tiada menaruh keinginan
dalam hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan kepada mereka (Muhajirin);
dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin), atas diri mereka sendiri,
sekalipun mereka dalam kesusahan. Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran
dirinya, mereka itulah orang orang yang beruntung”.
2. Hak atas tenaga. Ini dapat diwujudkan dengan memberikan bantuan
berupa tenaga secara langsung. Memberikan bantuan tenaga juga terdiri dari
beberapa tingkatan, yang paling rendah adalah bersedia membantu dengan senang
hati ketika diminta sedangkan ia mampu memberikan pertolongan.
3. Hak atas lidah. Hak-hak persaudaraan atas lidah kita adalah: dengan cara diam serta tidak membuka kekurangan
dan keaiban saudara kepada orang lain, baik dihapannya ataupun dibelakangnya serta
berusaha menutupinya. Serta dengan mengeluarkan kata-kata yang baik, memanggilnya dengan
panggilan yang baik dll.
4. Memaafkan kesalahan Setiap manusia tidak
bisa lepas dari kesalahan dan tergelincir dalam pergaulannya. Maka untuk
menjaga ukhwah sangat dituntut sifat mau memaafkan sesalahan saudara kita.
5. Mendoakan semasa hidup dan sesudah meninggal
Doa kepada saudara sangat dianjurkan sehingga tidak membedakan dengan berdoa
untuk dirinya sendiri. Doa terhadap saudara merupakan doa yang mustajabah.
Dalam satu hadits Rasulullah bersabda: “Allah mengabulkan doa seseorangbagi
suadaranya walaupun tidak dikabulkan untuk dirinya”.
6. Konsisten dan ikhlash Persaudaraan karena
karena akhirat tidakakan berobah walaupun statusnya telah berobah. Hal ini akan
terlihat sebaliknya bila persaudaraan tersebut karena mengharap dunia. Banyak
contoh dalam kehidupan sehari-hari yang kita temukan, persaudaraan yang putus
ketika saudaranya telah jatuh miskin ataupun karena ia telah menjadi kaya
sehingga mereka tak butuh kepada saudaranya.
7. Berusaha memperingan dan tidak memberatkan.
Seseorang yang benar-benar mencintai saudaranya tidak kan melakukan hal-hal
yang memberatkan saudaranya bahkan sebaliknya ia berusaha untuk memperingan
beban saudara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar